RSS

Cerpen


Hadiah untuk emak
            Sudah dua hari ini emak tidak jualan, dan untuk sementara aku ingin menggantikannya berjualan di pasar tempat biasa emak berjualan. Untuk mencukupi kehidupan kami sehari-hari, emak harus berjualan di pasar. Emak berangkat ketika semua orang masih dalam buaian mimpinya, dan kembali pulang ketika terik panas matahari berada di atas kepala orang dewasa .
            Kami tinggal hanya berdua di sebuah rumah atau lebih tepat disebut gubuk reyot di ujung jalan, disanalah  emak membesarkanku sendirian. Entah kemakna perginya ayahku yang tidak bertanggung jawab itu, dia tega meninggalkan emak dan aku yang saat itu masih dalam gendongan emak.
            Aku sering memakksa untuk membantunya berjualan di pasar sebelum berangkat sekolah, tapi emak selalu melarangku dan dia selalu berkata seperti ini,
            “Kamu itu tugasnya belajar, supaya menjadi pintar, sholehah dan jadi orang yang sukses jangan seperti emakmu ini, selalu dibohongi orang lain. Kalau kamu pintar dan sholehah kamu bisa membahagiakan emakmu ini juga.”
Aku selalu mengalah dan mendengarkan kata-katanya, memakng aku sekolah karena ingin membahagiakan emak. Emak bekerja keras supaya aku bisa tetap merasakan bangku sekolah seperti anak-anak lainnya, sungguh pengorbanannya itu tidak bisa kuganti dengan apapun, dunia dan seisinya pun tidak mampu membayarnya.
            Dua hari ini emak sakit, meskipun sakit dia tetap melarangku untuk menggantikannya berjualan di pasar. Dengan sedikit paksaan akhirnya dia mengalah dan membiarkanku berjualan menggantikannya. Karena kalau tidak berjualan, nanti kami mau makan apa? Dan emak juga harus dibelikan obat, dengan alasan itu sekarang aku telah berada di pasar menggantikan emak berjualan.
            Ternyata yang selama ini emak kerjakan tidak semudah yang kubayangkan, berjualan di pasar itu begitu ricuh dan melelahkan, pantas saja emak selalu melarangku membantunya berjualan. Ternyata emak tidak ingin aku melihatnya kelelahan.
Tanpa kusadari air mataku jatuh, aku begitu sangat beruntung walaupun hanya mempunyai emak, ibuku satu-satunya, yang selalu menyayangiku
Pagi-pagi aku pergi ke pasar untuk berjualan menggantikan emak jualan, dan pulang saat tengah hari. Untung aku bisa meminta jadwal sekolahku dipindah ke waktu siang, sehingga sepulang berjualan aku masih tetap bisa sekolah. Karena di sekolahku ada dua jadwal, kelas a kebagian belajar pagi, sedangkan kelas b kebagian belajar siang,
# # #
            Hari ini aku masuk sekolah pagi lagi setelah satu minggu aku masuk di sekolah siang. Pagi ini aku senang, karena aku bisa bertemu dengan sahabat-sahabatku di kelas.
            “Hey,, Ras. Kemakna aja kamu?” kata salah satu sahabatku ketika aku baru sampai di tempat dudukku.
            “Ada kok, cuma kamunya yang nggak pernah ketemu sama aku..hehe..”
            “Oh iya, bentar lagi kan tanggal 22 desember, kamu tahu hari peringatan apa itu?”
            “ehm..hari peringatan apa memakngnya?” aku penasaran, memakngnya ada hari peringatan apa di tanggal 22 desember itu?
            “Hah? Masa kamu nggak tahu sih?”
            “Duh Rosi, jangan bikin aku bingung deh.”
            “Coba kamu pikirin dulu, di tanggal 22 Desember itu ada peringatan hari apa?”
            Aku mengikuti saran Rosi, memikirkan ada apa di tanggal 22 Desember itu.
            “Oh iya, hari ibu kan?” aku jawab dengan girang.
            “Iya betul, tanggal 22 desember itu hari ibu. Kamu sudah memikirkan mau ngasih apa untuk emak?”
“Oh iya, aku baru inget, berarti dua minggu lagi ya waktunya?” aku terkejut.
            “Yaps, berarti kamu belum kepikiran untuk ngasih ke emakmu ya?”
            Aku mengangguk pasrah, kenapa aku lupa.
“kamu mau ngasih apa untuk mamamu?” aku bertanya pada Rosi, pasti dia sudah memikirkannya.
            “Ada deh, rahasia.”
            Rosi hidup berkecukupan, apapun yang dia pinta selalu dituruti oleh kedua orang-tuanya yang sangat menyayanginya. Dia juga anak yang baik kepada kedua orang-tuanya, dia pasti akan memberikan kado special untuk mamanya.  Kalau aku mau ngasih apa pun untuk emak aku nggak punya uang. Jangankan untuk beli hadiah, untuk makan sehari-hari aja harus berjualan dulu. Itu pun hanya emak yang berjualan.
            Bel sekolah berbunyi, yang menandakan jam masuk dan semua murid harus masuk kelas untuk menerima pelajaran.
            Pada pelajaran kali ini aku tidak konsentrasi mendengarkannya, apapun yang diterangkan oleh Ibu Cahya, guru matemaktika, tidak masuk ke otakku. Semuanya seakan menolak menerima materi dari Bu Cahya.
Pikiranku memutar kembali percakapanku dengan Rosi tadi, aku harus ngasih apa ya untuk emak? Aku pengen lihat wajah emak yang tersenyum bahagia, kapan ya terakhir kali aku melihatnya? Aduh, tapi aku harus kasih apa? Uang aja aku nggak punya, apa aku harus kerja dulu supaya mendapatkan uang untuk membelikan hadiah untuk emak. Ya, aku harus bekerja, tapi pekerjaan apa yang menerima pekerjanya anak kelas 6 SD?
“Laras, coba kamu soal di depan.” Kulihat bu Cahya menatapku yang tekejut dengan perintahnya..
Hah? Gawat. Dari tadi kan aku nggak merhatiin apa yang ibu jelasin? Ya ampun,.. Ya Allah bantulah aku..
“Cepat, kenapa kamu masih bengong?” ternyata Ibu Cahya serius. Gawat.
“I..iya, bu.” Akupun beranjak dari kursiku, dan kulihat Rosi yang duduk di sampingku meringis takut.
# # #
“Kamu sih, tadi pake ngelamun segala. Untung kamu bisa, kalau nggak, ampun deh, kamu tahu sendiri kan hukuman apa yang bakal dikasih Bu Cahya, kalau ada anak yang nggak bisa di pelajarannya.” Kata Rosi ketika pulang sekolah, ternyata dia membahas soal tadi.
Untung tadi aku bisa menjelaskannya, yang kebetulan materinya aku lumayan paham, jadi tidak terlalu sulit untuk menjelaskan kembali.
“Siapa dulu, Laras.. hahaha..” kami tertawa.
“Oh iya, ci. Kamu tahu nggak pekerjaan yang bisa menerima anak kelas 6 sd?” aku mencoba bertanya kepada Rosi soal pekerjaan yang bisa menerimaku sebagai pegawai.
“Untuk siapa?” tanyanya selidik. “Jangan-jangan, kamu mau kerja untuk dapat uang supaya bisa beliin hadiah untuk emak?”  Rosi menohokku dengan pertanyaannya.
Aku diam, aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Niatku sudah ketahuan oleh Rosi.
“Jadi bener? Jawab, Ras! Ya ampun, jadi dari tadi kamu ngelamun, cuma mikirin masalah itu?
Aku mengangguk pelan, aku tidak berani menatapnya. Dia terlalu baik untuk tahu masalahku.
“Kenapa kamu nggak bilang sama aku, kalau kamu butuh uang untuk beli hadiah untuk emakmu. Aku kan bisa bantu minjemin untuk kamu.
“Nggak, aku nggak mau menerima uang itu dari kamu. Aku mau bisa membelikan hadiah untuk emak dengan hasil jerih payahku sendiri.”
“Oke, terus kamu mau kerja apa? Memakngnya ada yang mau menerima pegawai yang masih sekolah di kelas 6 SD? “
“Makanya aku tanya sama kamu, kalau aku tahu ngapain aku tanya sama kamu.”
“Kamu kan lumayan pinter, gimana kalau kamu jadi guru privatku?”
“Hah? Jadi guru privat kamu?” tanyaku terkejut, karena ide itu tidak pernah terpikir olehku.
“Yaps, aku kan belum ngerti di pelajaran matemaktika, nah sedangkan kamu pinter banget matemaktikanya. Gimana kalau kamu yang ngajarin aku matemaktika? Soalnya sekarang ini mamaku lagi mencari guru privat matemaktika untukku sebelum Ujian.”
“Memakngnya aku bisa ngajarin kamu?”
“Ya ampun Laras, tadi kamu bisa menjelaskan ke temakn sekelas. Masa kamu nggak bisa ngajarin aku yang cuma sendiri? Kita bisa seperti belajar kelompok. Cuma bedanya kamu dibayar. Mamaku pasti senang.”
“Oke deh aku coba.”
“Nah gitu dong, demi emakmu,hehe. Jangan banyak ngelamun lagi ya. Oh iya mulai belajarnya besok ya, aku tunggu di rumah jam 4 sore.”
“Besok? Cepet amat,”
“Kan hari ibu tinggal dua minggu lagi.  Jadi, mulai besok kamu harus kerja supaya bisa dapat uangnya.”
# # #
Akhirnya tawaran Rosi aku terima, dan sekarang adalah hari ke tiga belas aku menjadi guru privatnya karena besok aku harus membelikan hadiah spesial untuk emak di hari ibu, yang selama ini belum pernah aku lakukan.
Rasanya tidak sabar untuk menunggu hari esok. Besok aku akan menerima gaji pertamaku hasil keringatku sendiri. Ternyata rasanya berbeda ketika emak memberikan uang jajan dengan uang hasil kerjaku,hehe.. Aku tertawa dalam hati sambil memakndang langit-langit kamarku yang sudah terlihat bolong-bolong yang kalau musim hujan datang aku selalu mendapatkan jatah airnya.
Oh iya, kira-kira besok aku akan membelikan hadiah apa ya untuk emak? Rosi berjanji mau mengantarku dan menbantuku untuk mencari hadiah untuk emak.
Akhirnya karena lelah menghayal, dan tidak sabar untuk menunggu besok, aku terlelap yang sebelumnya  aku sudah shalat isya dulu. Walaupun kami orang miskin tapi kami selalu mengingat siapa yang menciptakan kami,emak selalu menasehatiku,
“Sesibuk apapun kamu nanti, kamu jangan sekali-kali meninggalkan shalatmu. Karena shalat adalah tiangnya agama, jika tiangnya tidak ada maka robohlah bangunannya. Begitu pula dengan shalat, jika kita lalai mengerjakan shalat maka robohlah agama kita.”
# # #
“Laras, emak pergi dulu ya, jangan lupa kunci pintunya. Terus nanti shalat subuh, kalau mau berangkat sekolah sarapan dulu, emak udah siapin sarapannya di meja dapur. Hati-hati ya, jaga diri baik-baik.” Suara emak sebelum pergi ke pasar.
Tumben emak pesannya panjang, aneh, tidak biasanya emak begitu. Biasanya kalau mau berangkat dia cukup bilang “Emak pergi dulu,” yang lainnya aku sudah tahu.
Aku kembali tidur, setelah sebelumnya mengunci pintu rumah sesuai pesan emak.
Di tidurku, aku bermimpi aneh. Aku bertemu dengan emak, tapi wajahnya terlihat muda, dia tersenyum bahagia di depanku. Ketika aku menghampirinya dia semakkin menjauh meskipun senyumnya tidak pernah hilang.
# # #
Ketika di sekolah, aku menceritakan mimpiku kepada Rosi dan juga sikap aneh emak. Dia menenangkanku kalau tidak akan terjadi apa-apa dengan emak. Tapi perasaanku hari ini sungguh tidak enak, sejak mimpiku semaklam.
Rosi menghiburku dengan memberikan gaji pertamaku, akhirnya aku kembali senang karena aku akan membelikan hadiah untuk emak. Hari ini hari ibu, tadi sebelum emak pergi aku lupa mengucapkan selamat, tapi ya sudahlah nanti saja sekalian dengan hadiahnya.
Pulang sekolah, aku dan Rosi pergi jalan-jalan untuk mencari hadiah yang cocok untuk emak. Rosi pun akan membelikan hadiah untuk mamanya. Setelah keliling toko kami pun menemukan hadiah yang cocok, Rosi untuk mamanya dan aku untuk emak.
Aku pulang dengan perasaan yang tidak sabar ingin melihat senyum emak. Emak pasti senang dengan hadiah ini. Selama perjalanan pulang aku terus tersenyum sambil bernyanyi. Mungkin orang mengira aku gila, biarlah yang penting aku ingin cepat sampai di rumah, dan cepat bertemu emak, semoga saja emak sudah pulang dari pasar.
Sesampainya di rumah, aku heran kenapa banyak orang yang datang. Ada apa sebenarnya? Ah, jangan-jangan mereka mau mengucapkan selamat kepada emak kalau... Tapi ini aneh kenapa wajah mereka tidak terlihat senang malah sebaliknya, mereka terlihat sedih.
“Yang sabar ya, Ras.!” Seorang ibu, tetangga sebelah rumah yang sudah kukenal menghampiriku dan memelukku tiba-tiba.
Aku masih bingung, kenapa dia dan orang-orang yang datang ke rumah menangis dan melihatku seperti rasa iba dan memberikan dukungan.
“Ada apa?” tanyaku heran kepada ibu yang memelukku, perlahan dia melepaskan pelukannya. Lalu mengusap matanya yang basah.
“Emakmu...” belum selesai dia bicara, dia kembali menangis dan memelukku lagi.
“Ada apa dengan emak?” tanyaku mulai panik, karena perasaanku mengatakan ada sesuatu yang telah terjadi.
“Masuklah ke dalam, kamu pasti akan mengetahuinya.”
Tanpa bertanya lagi aku masuk ke dalam rumah yang masih banyak orang. Ketika aku masuk, aku tidak bisa berkata apa-apa. Saat aku memaksuki rumah aku melihat satu sosok yang terbaring kaku di atas meja. Kakiku terasa berat melangkah untuk menghampiri sosok itu. Kain putih membungkus badannya.
Aku tidak percaya kalau sosok  itu adalah orang yang kusayangi dan sangat menyayangiku dan selalu ada di sampingku ketika tidur, orang yang akan kuberi hadiah saat ini, iya orang itu adalah emak. Matanya tertutup, bibirnya yang sudah pucat masih membentuk seulas senyum.
Air mataku jatuh juga ketika kucoba menahannya, aku menangis di depannya, orang-orang yang sedang mengaji di setiap pinggir mencoba menahanku.
“Emak... bangun ma.. ini Laras bawain hadiah untuk emak.. emak cuma tidur kan, bangun ma, jangan tinggalin Laras...” aku meraung. Memeluk sosok dihadapanku, aku tidak percaya itu adalah emak. Perasaanku tidak karuan. Tubuhku lemaks,  hadiah yang sudah kubeli jatuh entah dimana.
“Ini emak mu Ras, kamu yang sabar ya. Semua yang bernyawa akan kembali kepada sang Penciptanya. Allah sangat sayang sama emak, sehingga Dia mengambilnya lebih dulu dari kita. Ini sudah qada, tidak ada yang tahu kapan kemaktian itu akan datang. Kemaktian, jodoh dan rizki sudah tertulis di Lahul Mahfuz. Kamu harus sabar dan tawakal.” Kata pa ustadz ngajiku melepaskan pelukanku dari emak.
Astaghfirullah.. kenapa aku begini. Benar kata pa ustadz, tidak ada yang tahu kapan kemaktian itu akan datang.. Innalillahi wa inna ilaihi ra’jiun.
“Iya pa ustadz,hiks..hiks..” Aku mencoba menghentikan tangisanku.
“Sekarang lebih baik Laras mendoakan emak, supaya amal ibadahnya diterima di sisi Allah SWT. Jadilah anak yang sholehah yang selalu mendoakan kedua orang-tuanya.”
# # #
Gundukan tanah yang masih merah di depanku adalah tempat peristirahatan terakhir emak. Emak telah meninggalkanku untuk selama-lamanya. Kini aku tinggal dengan keluarga baruku, yaitu keluarga Rosi. Mereka  juga sangat menyayangiku.
Pesan waktu subuh itu adalah pesan terakhir emak, dan aku belum sempat meminta maaf ataupun mengucapkan terima kasih dan selamat hari ibu. Aku menaruh hadiah yang sudah kubeli untuk emak di sebelahnya. Meskipun aku sudah memiliki keluarga baru, tetapi posisi emak di hatiku tidak ada yang bisa menggantikannya.
Selamat hari ibu..emak..
Selamat jalan, emak. aku selalu menyayangimu..


0 komentar: